Oleh Narliswandi Piliang
Siang kemarin. Di kediaman kami di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, udara panas mengalir dari pekarangan. Walau tak serimbun kediaman kami di Bali, untuk ukuran Jakarta, halaman kami kata tetangga hijau. Logikanya lebih sejuk. Namun kalimat tadi menjadi tiada arti di suhu udara naas 40 derajad Celcius.
Keringat muncul di atas pori-pori botak saya. Jidat mengernyit.
Silau.
Akan tetapi hati ini adem menyimak dedaunan Bambu di pagar ditingkah angin. Suara khas, memberi kesan tersendiri, seperti di rekaman video ini.
Di saat mengamati Bambu saya teringat akan chit-chat ringan dengan sosok muda Yanuar Rizky. Pondamen bangsa kita agraria. Mau bicara digital, start up, tetaplah Indonesia itu agraris. Kalau nalar ini diteruskan dilanjutkan ke industri, tentulah pondamen industri berbasis utama pertanian.
Mata saya tertuju ke Bambu.
Ada 1.620 jenis Bambu di dunia. Hampir 200 jenis ada di Indonesia. Beragam corak, bahkan di NTB, ada Bambu Tutul. Bambu Betung di Jembrana Signifikan buat musik Bumbung. Talang, di kampung kami buat Lemang.
Beragam jenis dan mancaragam kegunaan Bambu. Mulai dari menjaga longsor di kemiringan lahan, hingga tulang Layang-Layang. Dari untuk makanan, Rebung hingga bilik, dan dipres menjadi lantai rumah.
Inti soal, misalnya dari 100 jenis Bambu, ada berapa ribu hektar bangsa dan negara menanamnya?
Lalu kalau pun ribuan hektar – – kalau ya – – berapa industri terkait Bambu tumbuh? Mulai kerajinan tudung nasi, perangkat makan hingga Buluh talang air penghias taman? Belum lagi dedaunan Bambu jenis tertentu, nikmat diseduh, Teh Bambu.
Dari perbambuan saja Nauzubillah, Maha Besar Tuhan menyangi Indonesia.