Baper Menghalangi Ilmu: Nasehat untuk Santri (bag-1)

Oleh: Subhan Ahmadi Abu Haitsam
Alumnus PP al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta

BETAPA bahagianya seorang petani ketika melihat tanamannya tumbuh subur. Begitu pula seorang guru, ketika melihat murid-muridnya tumbuh shalih, shahih, dan nafi’.
Hal sebaliknya bisa dibayangkan, (tak perlu kita tulis di sini).

Banyak orang gagal belajar, bukan karena tidak pintar, atau kurang cerdas. Tapi mereka gagal mendapatkan ilmu karena hati yang sakit. Hati yang sakit itu gimana sih..?

Meskipun seseorang pintar, mudah faham, cepat menghafal, tapi gampang baper, atau tersinggung karena suatu peristiwa misal ketika ditegur oleh guru karena telat datang ke kelas, atau karena melanggar peraturan (merokok, ngegame, nyelundupin hp, keluar tanpa ijin, dll..) lalu dihukum, atau ditegur karena nilai ujiannya yang tak naik-naik, atau dibangunin Subuh dan terasa agak kasar mbanguninnya, lalu dia marah dan badmood di hatinya terbawa ke kelas, dan berbagai macam hal tentunya, dan itu sering terjadi, bahkan terakumulasi hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahunan. Maka akan sulit baginya meraih ilmu dan pemahaman. Karena nasehat, juga penjelasan guru akan tertolak oleh suasana hatinya yang baper.

Baca Juga  Presiden Soekarno Pernah Salat di Masjid Jami’ Belinyu

Lebih parahnya lagi jika murid model begini ini juga tipe provokator so he provocates others sehingga jadilah sebuah circle. Barisan sakit hati.

Ketahuilah…
Kehidupan di pesantren meniscayakan terjadinya benturan antara guru dan murid lebih banyak karena mereka bersama dalam 24 jam dan terus berlangsung sepanjang tahun.

Sang guru tentu memiliki beban berat yang itu tanggungjawabnya sejak wali santri menitipkan sang anak untuk belajar. Dan sang anak tentunya memiliki bermacam karakter dan sifat yang tak semuanya kooperatif dengan berbagai aturan dan tradisi baru, pun dengan orang tua baru yang kini menggantikan ortu (prangtua) mereka. Yaitu para guru dan pembina.

Baca Juga  Beep Poliphonic

Dan medan laga pun bermula, dimana idealisme sang guru akan beradu dengan sifat-sifat santri. Jika berhasil mereka akan berkolaborasi mencipta jurus indah yang memukau, atau simphoni indah yg sungguh nyaman didengarkan.

Sebaliknya jika gagal akan ada korban-korban dan efek strawberry gen-Z tak berhasil dihilangkan. Tapi itu sebuah keniscayaan dalam proses belajar, ada yg sukses dan ada gagal. Tapi mari kita coba fahami, why….

Kebaperan, sakit hati, ketersinggungan, dendam, kesombongan, adalah manifestasi dari naluri mempertahankan diri, itu fitrah pada manusia dan merupakan bagian dari potensi hidup manusia yang tak mungkin dipisahkan. Hanya saja potensi berupa naluri ini harus terbimbing oleh pemikiran yang jelas yg akan menjelaskan batas-batasnya, kadarnya, serta cara pengendaliannya supaya potensi ini mendukung keberhasilan meraih ilmu bukan sebaliknya yang justru mengganggu dan menghalangi tercapainya ilmu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *