Djoko Pekik dan Lukisan Memekik

Catatan Eko Tunas

DJOKO Pekik termasuk pelukis istana di jaman Bung Karno. Di Jogya tergabung dalam Sanggar Bumi Tarung. Kala meletus peristiwa politik berdarah 1965, dia ditangkap sebagai Tahanan Politik (Tapol). ‘Dibuang’ di Nusakambangan bersama ratusan Tapol, tanpa pengadilan.

Dalam kerja rodi dan penyiksaan, hari-harinya menunggu giliran ditembak mati. Panggilan petugas melalui pengerasuara adalah suara kematian yang ia dengar setiap pagi. Nama siapa giliran maut menjemput. Panggilan beraroma mesiu dan darah, dalam kelaparan, karena hanya makan ketela sehari sekali.

Baca Juga  Anwar dan Public Speaking

Hanya satu harapannya, ialah pesan Bung Karno kepada Soeharto: seniman-senimanku jangan dibunuh. Karena lebih mudah membuat seratus insinyur ketimbang membuat satu seniman. Hari-harinya diliputi keinginan, andai selamat dia mau membuat patung orang memanah matahari.

Menurut perupa Bonyong Muniardi, dalam tahanan Pak Pekik diminta melukis oleh pejabat dan lukisannya dibawa tanpa bayaran. Bonyong pernah menemui Pak Pekik setelah keluar dari Nusakambangan. Beliau di rumah di Jogya menjadi penjahit, tuturnya. Dan saat ditemui, Pak Pekik seperti masih trauma berat, seperti menolak kehadiran setiap orang.

Baca Juga  Mengenang Marissa Haque yang Pergi Mendadak

Pun, seperti pengakuan Pak Pekik sendiri, “saya tidak mau menerima lukisan pesanan atau melukis supaya laku ecek-ecak.” Tegasnya, “saya meyakinkan bahwa saya kuda balap, saya tetap berkarya sebagai ungkapan pikiran saya, dalam keadaan miskin sekali pun dan sampai kapan pun.”

Hingga karena rumahnya bersama isteri dan anak-anaknya kecil saja, ia ingin punya sanggar. Setiap hari ia bersepeda ke daerah Bantul, dengan istilahnya, “mencari tanah yang rusak dan murah.” Dia berak di kali, dan orang yang melihatnya mengira dia orang gila.

Baca Juga  Saladin, Pembebas Palestina

Sampai kemudian orang tersebut terkejut, saat tanah miliknya dibeli oleh Pak Pekik. Itulah hasil lukisan Berburu Celeng yang terbeli seharga satu milyar rupiah. Lukisan pemburu celeng menggotong hasil buruan, di tengah demonstrasi dengan latar kota Jakarta. Tanah dekat sungai itu lambat laun menjadi sanggar Djoko Pekik yang menjadi jujugan dan acara para seniman nasional.

Pos terkait