AYOBANGKA.COM – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta melakukan audiensi dengan Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Suganda Pandapotan Pasaribu di Rumah Dinas Gubernur Babel, Selasa (3/10/2023).
Dr. Nanang Susyanto selaku Ketua Departemen Matematika FMIPA UGM Yogyakarta dalam pertemuan ini mengatakan bahwa, kedatangannya bersama rombongan ingin menindaklanjuti kerjasama yang sebelumnya sudah ada, MoU pada tahun 2021 sebagai payung besar untuk kerja sama antara Pemprov Babel dengan UGM.
Kemudian FMIPA juga sudah ada beberapa Perjanjian Kerja Sama (PKS) yaitu dengan Departemen Kimia untuk pengembangan Minyak Atsiri dengan Dinas UMKM Kep. Babel.
“Tahun ini sudah running kerja sama dengan Kabupaten Belitung terkait Road Map statistika, nah kalo kami di departemen sendiri itu kan secara umum menguasai permodalan dan olah data. Nanti misalkan ada data di pemprov yang mau diolah untuk menentukan kebijakan dianalisis, digunakan untuk mengambil keputusan, ini dikenal juga dengan data science,” terangnya.
Sementara itu,Prof. Dr. Supama, M.Si selaku Guru Besar FMIPA UGM mengatakan SDM Indonesia cukup cerdas, hanya sayangnya tidak didukung dengan rasa percaya diri yang cukup. kita selalu merasa inferior terhadap produk-produk luar negeri. Menurutnya, hal ini muncul mungkin karena memang bekal pendidikan yang diperoleh itu meskipun sarjana/magister tapi subtansi yang diperoleh kurang, sehingga menjadi kendala.
“Oleh karena itu, peningkatan SDM itu saya kira sangat perlu, terutama untuk masa depan pendidikan anak-anak kita tentu kualitas pendidik tentu harus diperhatikan, di samping kualitas SDM institusi yang lain harus lebih optimal. Salah satunya harus melalui pendidikan, pendidikan yang dalam tanda petik benar, bukan sekedar mendapatkan ijazah misalnya,” ujar Prof. Supama.
Dia menuturkan bahwa hal tersebut menjadi salah satu problema nasional, seperti diakui oleh beberapa menteri terdahulu yaitu kualitas pendidik kita, pendidik kita bukan kualitas kecerdasan, tapi bekal dari institusi yang meluluskannya. Karena kurikulum institusi pencetak para guru itu diakui para menteri terdahulu kurang optimal.