Menunggu Negara Hadir di Teluk Kelabat Dalam

Oleh Fakhruddin Halim
4 Juni 2022

SEPANJANG penambangan laut beroperasi, sepanjang itu pula konflik antara nelayan dan penambang terjadi. Sebab kehadiran aktivitas penambangan tak jarang berada di wilayah tangkap nelayan. Terutama nelayan tradisional.

Contohnya di Teluk Kelabat Dalam. Aktivitas penambangan ilegal terjadi secara masif. Hal ini menyebabkan nelayan merasa terganggu. Apalagi akibat beroperasinya tambang laut tersebut wilayah tangkap nelayan kecil makin sempit bahkan kian terdesak.

Padahal berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 3 Tahun 2020 menetapkan Teluk Kelabat sebagai kawasan konservasi. Artinya kawasan tersebut zona bebas tambang.

Baca Juga  Menkominfo Dorong PWI Adopsi IPR 

Harus diakui aparat sudah berulangkali menertibkan aktivitas tambang ilegal di Teluk Kelabat Dalam. Artinya aparat pun sudah bekerja keras dengan segala daya upayanya.

Termasuk melakukan berbagai pendekatan persuasif. Tapi para penambang selalu kembali. Mereka seolah tak pernah jera.

Kondisi ini menyebabkan nelayan bereaksi. Sejak Tahun 2014 mereka melakukan perlawanan menolak aktivitas penambangan timah di Teluk Kelabat. Mulai dari menyampaikan aspirasi dan mendesak pihak terkait turun tangan hingga aksi massa.

Mereka seolah adu nyali, adu kuat mempertahankan wilayah tangkap mereka dengan sekuat tenaga meski bukan tanpa resiko.

Baca Juga  Tuhan Kabulkan Doaku

Gesekan di lapangan pun kerap terjadi. Bahkan terkadang berujung bentrokan antar kedua kubu sehingga memakan korban.

Belakangan seiring dengan naiknya harga timah dunia, harga pasir timah ditingkat penambang ikut terkerek pernah mencapai kisaran Rp200 ribu-an perkilo gramnya.

Akibatnya, aktivitas penambangan di Teluk Kelabat Dalam pun kian marak. Kini diperkirakan 500 ponton isap beraktivitas di sana.

Kondisi ini menyebabkan nelayan merasa semakin terganggu dan terdesak. Hal ini dikhawatirkan bisa memperburuk keadaan. Sebab gesekan bisa saja terus terjadi.

Baca Juga  Bangun SDM, Perhatikan Guru!

Apalagi jika tidak segera diselesaikan bisa menyebabkan terjadinya konflik horizontal yang meluas jika kedua belah pihak tidak saling menahan diri.

Padahal sedikitnya ada dua belas desa yang dihuni sekitar 10.000 lebih penduduk yang berhubungan langsung dengan Teluk Kelabat Dalam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *