SUDAH tujuh tahun warga Desa Pulau Sumedang, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, menanti perbaikan alur keluar masuk dermaga setempat.
Sejak tahun 2016 sudah berulang kali proses perbaikan diajukan. Tapi selalu membentur meja birokrasi. Tak jelas pula apa alasannya.
Padahal, 165 kepala keluarga atau sekitar 600 jiwa penduduk Desa Pulau Sumedang adalah nelayan yang sangat bergantung pada akses keluar masuk dermaga. Pasalnya, hanya celah yang kini kian menyempit itu satu-satunya akses bagi perahu mereka.
Di kedua sisi celah sempit sekitar tiga ratus meter dari dermaga menuju perairan lepas Sumedang berdiri kokoh hamparan karang tajam.
Kondisi ini tidak saja membatasi atau menyulitkan nelayan yang hanya satu perahu bisa lewat celah itu, tapi juga membahayakan nelayan. Bukan sekali dua kapal nelayan karam akibat menabrak karang.
Padahal warga mengeklaim hasil tangkap mereka dan warga sekitar dari perairan Sumedang menyuplai 60-70 persen konsumsi ikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pemerintah Kabupaten Belitung dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terkesan kurang serius menuntaskan persoalan ini.
Sejumlah pihak menilai pemerintah provinsi lamban dalam mengeluarkan perizinan sehingga kabupaten kesulitan menganggarkan alokasi di APBD untuk membereskan alur keluar masuk dermaga Sumedang.
Sebaliknya, provinsi menilai siapapun bisa membangunnya mulai dari desa, kabupaten, provinsi bahkan pemerintah pusat. Hanya saja harus jelas status dermaga itu ada pada kewenangan siapa? Kabupaten kah? Provinsi kah? Harus diperjelas dulu.
Persoalan semacam ini terlihat sangat rumit. Padahal seharusnya tidak demikian. Ini menjadi pertanyaan serius publik. Sebenarnya seperti apa kebijakan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten untuk sektor kelautan dan perikanan?
Coba semua pemangku kepentingan seperti kabupaten, provinsi, termasuk desa, nelayan bahkan pusat duduk satu meja, benar-benar bahas sampai tuntas sehingga ditemukan solusi yang efektif dan masuk akal.