Spiritualisme Dalam Pariwisata #1

“ Ngembesar, La tau dak beduit gik rajin peleser”. Reaksi tetangga semacam itu biasa terdengar di masa lalu. Setidaknya ketika pariwisata menjadi trend ekonomi saat ini. Niat Peleser saja sudah dianggap barang mewah karena kualitas hajat hidup lebih berorientasi pada bagaimana mendapat penghasilan. Dan terkesan hanya orang-orang yang berlebih saja boleh berwisata.

Wisata dengan ekonomi memang terkait. Apalagi pariwisata juga merupakan sektor usaha. Tingkatannya berbeda di strata ketiga setelah sektor primer dan sekunder. Jadi memang tak salah, jika kebutuhan primer didahulukan yakni urusan perut.

Baca Juga  Wabup Murka Soal Dermaga Pulau Sumedang, Isyak: Capek, Belitung Jadi Anak Tiri

Pariwisata memang tidak identik dengan mesin industri meskipun dikenal dengan industri pariwisata. Pariwisata juga tidak menghasilkan produk massal seperti pabrik manufaktur meskipun pariwisata juga mengenal istilah mass tourisme. Maka tak salah juga jika, sektor tersier ini akan dianggap ‘tabu’ digerakkan oleh mereka yang bergerak disektor primer seperti petani atau pekerja di sektor manusia di bengkel atau pabrik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *